3.3.a.6. REFLEKSI TERBIMBING “PROGRAM AKU BISA BERKARYA”
3.3.a.6. REFLEKSI TERBIMBING
“PROGRAM AKU BISA
BERKARYA”
OLEH : DHIANA KURNIASARI
CHOIRUL
CGP ANGKATAN 4 KABUPATEN TULUNGAGUNG.
Waktu berlalu begitu cepat, seakan
melibas segala yang di depan dengan tidak terduga. Masih ingat saat awal daftar
sebagai guru penggerak. Betapa banyak pertanyaan dalam benak, mampukah aku ...
layakkah? Dalam mengikuti prosesnya dengan ikhtiar maksimal kulakukan. Menunggu
pengumuman kelulusan untuk mengikuti Pendidikan Guru Penggerak laksana menunggu
seorang kekasih hati. Sejuta rasa bercampur. Riuh rendah rasa hati deg-deg an
seperti suara genderang perang. Aah ... sebegitukah? iya ... itu karena aku ingin
banyak belajar di sini. Dan saat pengumuman kelulusan tercantum namaku. Betapa
indah warna warni hati. Bersyukur ... sangat bersyukur. Modul demi modul
terlampaui, banyak pengetahuan baru kudapat, ilmu yang awalnya tak pernah
terbersit kuketahui, alhamdulillah ada kesempatan untuk mencecapnya,
mengolahnya dalam rasa dan cipta karya. Tidak hanya teori, ada banyak karya
nyata yang harus kulakukan. Dan sampai pada modul 3.3 tentang Kepemimpinan
Murid. Dimana disini aku tertampar, betapa selama ini sebagai guru aku pantas
disebut egois karena ada banyak hal dan keputusan selalu lesan ini yang
memutuskan. Tanpa bertanya dan mengajak murid untuk menyampaikan apa
keinginannya. Karena keyakinan hatiku bahwa kami para guru itu lebih tahu yang
terbaik untuk semua. Tanpa mempertimbangkan suara hati para murid yang ingin di
dengar, dihargai dan diwujudkan. belajar di modul 3.3 ini banyak sekali
refleksi kulakukan. Aku terhenti saat membaca materi di modul 3.3 yang berbunyi
" bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima
instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah,
penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat
rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan
lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri
mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan
kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk
mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Namun,
terkadang guru atau orang dewasa memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka
tidak mampu membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait dengan
proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan tanpa sadar membiarkan
murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus murid
pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut". Disitulah kesadaranku tergugah,
aku harus mampu dan mau menerapkan kepemimpinan murid dengan terus menjadi
pendamping mereka agar potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat,
konteks dan kebutuhannya.
Setelah
mengetahui teori kepemimpinan murid, tibalah pada proses penerapannya. Karena
sebuah ilmu tanpa diterapkan itu laksana pohon tanpa ada buahnya. Maka sedikit
demi sedikit kurubah paradigma berfikirku, kutepiskan egoku dan kulapangkan hati
untuk bisa menjadi pendamping terbaik untuk murid-muridku. Bukan hal yang mudah
merubah sesuatu yang menjadi budaya, baik itu pada diriku maupun pada muridku.
Kucoba untuk mendengarkan suara murid dengan mengajak mereka bermusyawarah
untuk memutuskan sesuatu, menghargai pilihannya yang dihasilkan lewat proses
musyawarah tersebut dan membimbing mereka untuk menjadi owner dalam sebuah program
sekolah, menanamkan rasa kepemilikan terhadap program yang mereka sepakati,
sehingga mereka menjalankannya dengan penuh suka cita dan tanggung jawab. Dalam
waktu dekat ini saya ingin membuat program dengan tajuk “ Aku Bisa Berkarya”
dengan konsep memberi kemerdekaan anak untuk berkarya sesuai keinginan dan
minatnya serta menggunakan alat dan bahan yang dimiliki di rumah/ sesuai
keinginannya. Karya-karya itu akan dipamerkan saat penerimaan rapor semester 2.
Dalam
menjalankan proses kegiatan yang berbasis kepemimpinan murid tentu saya tidak
bisa sendiri, perlu dukungan rekan sejawat, para murid dan tentunya orang tua
sebagai partner dalam pendidikan anak, terutama anak usia dini jenjang saya
mengajar. Karena keberhasilan sebuah program tak bisa maksimal bila dilakukan
sendiri, perlu kolaborasi dari semua pihak.
Semangat Guru
Penggerak
Tergerak,
Bergerak, Menggerakkan
Komentar
Posting Komentar