1.4.a. 6.1. Refleksi – Budaya Positif_ Dhiana Kurniasari Choirul

 

1.4.a. 6.1. Refleksi – Budaya Positif

Oleh : Dhiana Kurniasari Choirul


 

Saat membaca modul 1.4 ada banyak hal yang akhirnya saya ketahui, antara lain : disiplin positif, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Sebenarnya beberapa hal sebelumnya saya sudah mengetahui dan juga menjalankan dalam kegiatan pembelajaran dan berinteraksi dengan orang lain, terutama dengan murid. Namun memang istilah-istilah di atas baru saya ketahui. Dalam disiplin positif saya sangat terinspirasi dengan pemikiran bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka”.  Hal baru yang sangat mengusik dan membuat saya merenung lama adalah saat saya membaca modul  posisi control guru, dimana disitu menurut Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer. Disini saya langsung merefleksi diri, ada di posisi manakah saya? Bilakah saya bisa di posisi control manajer nantinya?. Dan di modul yang membahas tentang kebutuhan dasar, dimana didalamnya ada menurut Dr. William Glasser dalam “Choice Theory” 5 Kebutuhan Dasar Manusia adalah seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Di sini diharapkan kita sebagai guru tidak hanya berfokus pada kebutuhan kita untuk diperhatikan dan didengarkan, tapi kita di harapkan mau dan mampu melihat dan mengetahui karakteristik murid dan melihat apa yang dilakukan anak lewat sudut pandang positif, demi tercapainya tujuan pembelajaran dan terpenuhinya kebutuhan anak. Dalam keyakinan kelas dan segitiga restitusi, saya belajar bagaimana selalu mengajak anak bicara dan berdiskusi untuk membuat peraturan dan kesepakatan kelas. Selalu dan tetap focus pada kebutuhan anak.

Sebenarnya ada banyak pengalaman mengimplementasikan materi modul ini kepada anak didik, walaupun ada banyak yang belum saya lakukan dan insyaa Alloh dengan tekad kuat setelah mengetahui ini harus berusaha mengimplementasikannya. Dalam memandang anak, saya cenderung suka melihat dari sudut positif. Seperti saat saya memiliki anak Bernama Sendra dan Nuha yang sering membuat ulah di sekolah, sering tantrum, sering keluar masuk kelas bahkan pernah menyakiti temannya. Saya selalu melakukan pendekatan secara personal kepadanya, mengajaknya bicara, memgang tangan mereka dan mengajak mereka kontak mata saat bicara dan memberikan mereka perhatian lebih dengan lebih sering menyapanya, memberi kesempatan pada mereka untuk menujukkan kemampuannya di depan kelas. Satu lagi yang saya lakukan adalah mengundang orang tua untuk diskusi dan berbicara masalah perkembangan dan juga kendala anak dalam pembelajaran dan berinteraksi dengan orang lain. Alhamdulillah ... dengan terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, berangsur-angsur mereka bisa bersikap baik dan berbudaya positif.

Selanjutnya untuk saat mempelajari modul tentang segitiga restitusi, saya mendapatkan kesimpulan tentang restitusi yaitu : restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Ada 3 proses restitusi, antara lain : Menstabilkan Identitas/Stabilize the identity, Validasi Tindakan yang Salah/ Validate the Misbehavior dan menanyakan Keyakinan/Seek the Belief. Dalam segitiga restitusi, seperti dalam kasus Nuha dan Sendra di atas, saya sudah melakukan semua. Memberitahu pada mereka bahwa “ tidak apa-apa hari ini rewe, teman kalian dulu kan juga rewel juga kan?”, lalu di Validasi Tindakan yang salah, saya katakana pada mereka :” Kenapa sih kamu sering rewel, tidak masuk kelas dan mengganggu temannya, apa Bunda Dhiana boleh tahu?”. Di Menanyakan keyakinan, hal yang saya katakan adalah “ Kamu ingin belajar yang seperti apa, yang membuatmu senang ... yuks bunda siapkan nanti, tapi kamu nanti harus belajar dengan bahagia”. Dan memang dengan pendekatan segitiga restitusi, budaya positif anak cenderung dilaksanakan melekat dalam dirinya dan konsisten.

Setelah mempelajari modul ini ada banyak perubahan paradigma dalam memandang anak dan juga bagaimana mendesain pembelajaran yang berpusat pada anak. Materi di modul ini sangat penting di ketahui dan dipelajari oleh semua guru, karena bila semua guru bisa menerapkan materi dalam modul ini, penerapan merdeka belajar dalam proses pendidikan di Indonesia akan cepat terwujud. Saya membayangkan jika budaya positif serentak menjadi karakter seluruh murid di Indonesia, maka  akan betapa majunya Indonesia nanti dan terwujudnya pelajar Pancasila tidak hanya slogan dan mimpi semata.

Menjadi bagian dari Calon Guru Penggerak amat sangat saya syukuri, dan setelah mempelajari modul-modul yang ada dalam LMS yang saya lakukan tentunya merefleksi diri, lalu Menyusun rencana perubahan, menerapkan perubahan yang tentunya berkolaborasi dengan seluruh warga sekolah.


Salam Guru Penggerak 

 

             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Slilit Sang Kyai

WEBINAR LITERASI PGRI KABUPATEN TULUNGAGUNG

DONGENG : TIDAK BISA HIDUP SENDIRI