CERNAK KE-14 : NIKMATI HARIMU

 

Nikmati Harimu


“Uuuh..... hujan lagi...hujan lagi,”gerutu Eno pagi itu saat dia mau berangkat sekolah dan hujan turun cukup deras.

Ibu yang mendengar Eno bicara seperti itu hanya tersenyum

“Jangan begitu sayang, kita harus bersyukur dengan hujan ini. Karena ada keberkahan didalamnya. Dinikmati saja....” kata ibu lembut.

“ Aah....aku tidak suka hujan ibu....” jawab Eno pendek.

Pagi itu Kota Tulungagung diguyur hujan cukup deras dan Eno berangkat sekolah dengan diantar ayah naik mobil menuju sekolah. Dilihatnya disepanjang jalan orang-orang yang menngunakan sepeda dan motor memakai mantel supaya tidak kehujanan.

“Lihat sayang...kita harus bersyukur kepada Alloh, kita punya mobil sehingga tidak kehujanan. Lihat orang-orang yang memakai sepeda dan motor itu,” kata ayah sambil menunjuk kepada pengendara motor dan sepeda.

Eno diam saja tidak menjawab, hatinya masih kesal karena dia membayangkan air hujan itu akan membasahi mainan di sekolahnya dan dia tidak akan bisa menggunakannya untuk bermain. Tiba-tiba.....” Braakkk...”. ada suara benturan di sampingnya, ternyata ada motor yang menabrak motor lain karena tergesa-gesa dan jalanan licin.

“Nha....itu kan ayah, hujan itu membuat orang celaka,”kata Eno setelah melihat kejadian itu.

“Bukan hujannya yang membuat celaka, tapi orangnya kurang berhati-hati,” jawab ayah mengingatkan Eno.

Sesampai di sekolah Eno melihat mainannya basah semua dan ibu guru yang berjalan kian kemari menyambut anak-anak dipintu gerbang. Wajah Eno semakin cemberut dan hati Eno semakin tidak suka dengan hujan itu.

            Dua hari telah berlalu, tibalah hari Minggu yang ditunggu Eno. Hari ini dia diajak oleh ayah ibunya untuk rekreasi di gunung. Sejak pagi dia bersiap-siap membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Payung, kacamata, kamera dan tempat minum. Tidak lupa ibu membawa banyak makanan untuk dimakan disana nanti. Sepanjang perjalanan dilihatnya pemandangan indah, ada sungai dengan airnya yang jernih, pohon di sepanjang jalan  dan sawah membentang hijau.

“Bersyukurlah nak...kita hidup di Indonesia, begitu banyak nikmat Alloh yang diberikan kepada kita. Lihatlah itu sungai begitu jernih airnya, sawah menghijau dan pohon-pohon subur lengkap dengan  buahnya,” kata ibu dengan suara lembut.

“Iya... benar ibu. Alloh itu baik ya bu?” jawab Eno.

“Alloh itu maha baik, Maha Besar dan Maha Bijaksana. Tidak ada satupun ciptaanNya yang sia-sia,” kata Ibu sambil memandang wajah mungil putri kecilnya.

Eno sangat menikmati perjalanan ini, dia merasa ayah sudah terlalu jauh meninggalkan rumah, tapi tetap terus tidak berhenti. Tapi Eno diam saja karena dia sangat m,enyukai perjalanan ini. Tidak seperti biasanya dia selalu rewel bila dalam perjalanan. Tiba-tiba pemandangan indah menghijau terbentang berganti dengan pemandangan lainnya yaitu sungai mengering airnya, pohon- pohon layu dan berguguran daunnya serta sawah kering dan terlihat tanah retak dimana-mana.

“Ibu... ini dimana, kenapa tanahnya bisa kering seperti itu,” tanya Eno penasaran.

Ayah segera menghentikan laju kendaraannya dan berhenti dipinggir sawah yang tidak ditanami karena tanahnya mengering dan irigasi disekitarnya tidak lagi ada airnya. Ayah dan ibu m,engajak Eno turun dari mobil.

“Sayang kita sampai di Desa Pucanglaban. Ini salah satu dataran tinggi di Kota Tulungagung. Yang kamu lihat itu akibat hujan sudah lama tidak turun disini. Lihatlah sungai mengering, pohon-pohon hampir mati dan sawah tidak bisa ditanami karena tidak adanya air,” Ayah menjelaskan hal tersebut untuk membuat Eno mengerti.

“Bahkan teman ibu yang rumahnya di sekitar sini pernah bercerita, kalau pas musim kemarau seperti ini dan air  dari pegunungan mengering, kadang dia tidak bisa mandi,” timpal ibu.

“Lalu... apakah engkau masih ingin mengeluh kalau hujan turun?” tanya ayah kemudian.

“Bukankah Alloh Maha Adil sayangku dengan adanya hujan itu?" tanya Ibu kemudian.

Eno diam saja tak mampu menjawab, dia teringat betapa selama ini dia seringkali marah dan mengeluh saat turun hujan, padahal disini banyak sekali orang yang mengharapkan hujan itu datang.

Sejak saat itu Eno begitu bersyukur dan gembira dengan datangnya hujan, apalagi saat ibu mengijinkannya main hujan-hujanan. 

Betapa nikmatnya air hujan itu terasa.................

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Slilit Sang Kyai

WEBINAR LITERASI PGRI KABUPATEN TULUNGAGUNG

DONGENG : TIDAK BISA HIDUP SENDIRI