CERNAK KE-13 : TELEVISI DARI LOMBA MEWARNA

 

 TELEVISI DARI LOMBA MEWARNA

_Gb. dari Google_

Minggu yang ceria tapi Wina terlihat sedih, padahal biasanya dia selalu terlihat ceria senyum tak pernah lepas mengembang dari bibir mungilnya. Ibu sedikit heran melihat perubahan sikap Wina. Didekatinya Wina dan dieluslah rambut lurus Wina yang panjang sepundak.

“Sayang... mengapa kau kelihatan sedih?” tanya ibu lembut

“Wina sedih karena tidak bisa menonton televisi ibu. Sekarang aku tidak bisa lagi mengikuti petualangan Si Unyil dan Upin Ipin,” jawab Wina.

“Sabar sayang... sekarang ayah ibu sedang tidak punya uang. Nanti kalau sudah punya uang pasti akan ayah belikan,”jawab ibu dengan nada lembut.

“Tapi kapan ibu...aku sudah tidak sabar untuk menonton televisi,”balas Wina merajuk

“Aah sudahlah... daripada bersedih ayo sekarang bantu ibu di dapur saja,” ajak ibu pada Wina.

            Dan siang itu Wina membantu ibu di dapur memasak sayur bayam kesukaannya.

            Beberapa hari tidak melihat televisi Wina menjadi terbiasa, dia tidak sedih lagi. Bahkan dengan tidak adanya televisi Wina menjadi banyak beraktivitas. Wina suka sekali mewarna, ibu membelikan beberapa majalah yang bisa diwarna oleh Wina. Dia mewarna gambar radio, televisi, handphone juga gambar buah-buahan serta binatang. Tak disangka warna yang dihasilkan Wina semakin hari semakin bagus. Ibu senang sekali melihat hal itu.

            “Sayang... Coba ini ada lomba mewarna berhadiah televisi, coba kamu warna gambar ini dan ibu akan kirimkan hasilnya ke majalah ini melalui pos. Siapa tahu kamu bisa memenangkan televisi itu sayang,” kata ibu pada Wina

        “Baiklah ibu...akan aku warna dengan sebaik-baiknya, terima kasih ibu,” jawab Wina senang sekali.

Setelah gambar itu selesai, diberikannya pada ibunya. Ibu melihat hasil karya Wina dengan sangat puas. Dilihatnya warna yang dihasilkan dari goresan Wina sangat rapi. Ibu juga sangat bangga atas kerja keras Wina yang tidak mengenal lelah.

            “Sayang... ibu bangga padamu, kau sangat rajin, bersungguh-sungguh dan bertanggungjawab dengan tugasmu. Ibu doakan semoga kau bisa memenangkan lombanya dan mendapat hadiah televisi seperti yang kau inginkan, aamiin...” do’a ibu tulus.

            “Ibu... terima kasih banyak atas do’anya, semoga do’a ibu dikabulkan oleh Alloh,”jawab Wina senang.

            Hari berganti hari dan tibalah saat pengumuman pemenang lomba mewarna. Ayah menyempatkan diri membeli majalah yang mengadakan lomba untuk melihat para pemenangnya. Saat majalah itu dibuka dilihatnya nama Wina terpampang sebagai juara pertama dan berhak untuk mendapat hadiah Televisi. Ayah segera pulang untuk mengabarkan berita gembira tersebut.

          “Wina... coba lihat namamu tercantum sebagai juara satu lomba mewarna,” teriak ayah dari halaman rumah.

                        “ Alhamdulillah...syukurlah ayah,” jawab ibu

                        “ Ini semua berkat do’a ibu,” jawab Wina dengan suara penuh syukur.

                        “ Tidak hanya do’a ibu tapi ini juga berkat kerja kerasmu,” jawab ibu bangga.

                  “ Hadiah akan dikirim hari Rabu ini Wina, tunggu saja dengan sabar,” kata ayah lagi dengan nada menggoda.

                        “ Ah ayah, Wina akan sabar kok,” jawab Wina sambil tertawa.

            Hari Rabu yang ditunggu telah tiba, sejak pulang sekolah Wina sudah duduk di teras menantikan hadiahnya datang. Dan tak berapa lama ada mobil pos berhenti di depan rumah Wina.

     “Selamat siang, apa ini rumah Wina. Saya mau mengantarkan paket,” tanya pak pos pada Wina.

                        “ Betul pak, silahkan dimasukkan di dalam paketnya,” jawab Wina sopan.

Dan paket itu dimasukkan oleh dua orang ke dalam rumah Wina. Wajah Wina kelihatan berseri-seri, dia sudah tidak sabar membuka paketnya. Setelah pak pos pulang paket segera dibuka ibu dan ayah dan terlihatlah televisi warna hitam 14 inci. Ayah segera memasang kabel dan antenanya. Akhirnya televisi bisa dihidupkan, terlihatlah gambar dari layarnya dan Wina juga bisa mendengar suara.

                        “Wina ingat.. walaupun ada televisi, kamu harus tetap rajin belajar. Batasi menonton   televisi supaya matamu selalu sehat,” nasehat ayah.

                        “Satu lagi sayang... kalau melihat televisi jangan terlalu dekat jaraknya, itu juga akan merusak matamu dan cari tontonan yang baik sesuai usiamu,” lanjut ibu.

                        “Iya ayah... ibu... aku akan selalu patuh melaksanakan nasehatmu, karena aku ingin mataku tetap seha, juga aku ingin tetap menjadi anak pintar yang berprestasi,” jawab Wina sambil tertawa memperlihatkan gigi putihnya.

            Nah, sejak ada televisi Wina tidak lagi bersedih. Tapi dia tidak lupa belajar dan membatasi melihat televisi. Karena melihat televisi terlalu lama bisa merusak mata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Slilit Sang Kyai

WEBINAR LITERASI PGRI KABUPATEN TULUNGAGUNG

DONGENG : TIDAK BISA HIDUP SENDIRI