CERNAK KE-12 : SEPEDA BARU DINO

 

 SEPEDA BARU DINO


_Gb. diambil dari pinterest_

            Kring...kring..kring !!! terdengar suara bel sepeda dari halaman rumah Dino, dia tahu bahwa itu suara bel sepeda Reno. Tapi Dino malas untuk keluar rumah, dia hanya diam di sudut ruang tengah. Ibu yang melihatnya sedikit heran, karena biasanya Dino sangat bersemangat untuk bermain sepeda bersama Reno. Ibu segera mendekati Dino yang kelihatan murung di sudut ruangan.

            “ Ada apa sayang, kenapa kau kelihatan tidak bersemangat?”, tanya ibu dengan suara pelan.

            “ Ibu... mulai hari ini dan seterusnya aku tidak mau bermain dengan Reno”, jawab Dino dengan nada jengkel.

            “ Lho...lho...lho...ada apa ini dengan putra kesayangan ibu, kok jadi marah begini. Bukankah ibu mengajarkan kalau kita harus selalu baik dengan teman kita”, nasehat ibu kepada Dino.

            “ Tapi kemarin Reno mengejekku, katanya ibuku tidak bisa membelikan sepeda seperti dia...”, jawab Dino tetap dengan nada kesal.           

            “ Oh...jadi itu yang membuatmu marah dan tidak mau menemui Reno. Sayang... mungkin Reno bercanda itu, buktinya hari ini dia tetap mengajakmu bermain. Sudah sana kamu temui Reno dan bermainlah dengannya, jangan kamu turuti marahmu itu sayang...”, petuah ibu kepada Dino.

            “ Tapi ... bagaimana kalau Reno mengejekku ibu, aku ingin punya sepeda”, jawab Dino menunduk sedih.

            “ Baiklah... kalau kamu ingin punya sepeda, mulai hari ini menabunglah. Sisakan uang saku yang ibu beri. Nanti kalau uangnya sudah cukup, ibu akan mengajakmu ke toko sepeda. Bagaimana sayang ?”, kata ibu tetap dengan nada lembut.

            “Emm....baiklah ibu, aku akan menabung mulai hari ini. Sekarang aku keluar dulu untuk bermain dengan Reno ya bu dan nanti akan kuberitahu Reno kalau aku akan beli sepeda baru dengan uang tabunganku”, kata Dino bersemangat, dia berlari ke halaman untuk bermain bersama teman-temannya.

Ibu yang melihat tingkah Dino hanya menggelengkan kepala dan tersenyum bahagia.

            Keesokan harinya, ibu membelikan Dino celengan kucing yang cukup besar. Celengan itu terbuat dari tanah liat. Dino senang sekali dan saat celengan itu dimasuki uang logam olehnya terdengarlah suara “klinting” dan Dinopun tertawa bahagia. Setiap mau berangkat sekolah, mau bermain maupun mau tidur, dino tak lupa melihat dan mengelus celengan kucingnya.

            “ Cepat terisi penuh ya celengan kesayanganku, aku sudah tidak sabar untuk membuka dan menukarkan isimu dengan sepeda baru”, bisik Dino pelan sambil mencium celengannya.

Ibu yang kebetulan lewat di dekat Dino tersenyum geli melihat tingkahnya.

“ Lucu sekali kau sayang, apakah celenganmu itu bisa diajak bicara”, tanya ibu sambil tertawa.

“ Aah...ibu, jangan membuatku malu”, jawab Dino dengan malu.

“ Baiklah ... sekarang tidurlah dan berdo’alah, semoga isi celenganmu bisa segera penuh”, jawab ibu sambil mengelus kepala Dino.

Dinopun menuruti kata-kata ibunya dan diasegera terlelap dalam tidurnya. Tanpa sepengetahuan Dino, sebenarnya setiap hari Ibu selalu mengisi celengan Dino dengan uang kertas dua puluh ribuan. Ibu berharap isi celengan Dino segera cukup untuk membeli sepeda baru yang diinginkan oleh Dino. Sebenarnya ibu bisa saja membelikan langsung sepeda baru untuk Dino, namun ibu ingin mengajari Dino akan manfaat menabung serta kerja keras untuk mendapatkan sesuatu. Malam itu ibu kembali mengisi celengan Dino dengan uang kertas lima puluh ribuan.

            Tak terasa dua bulan sudah Dino rajin menabung di celengan kucingnya, pagi itu diangkatnya celengan itu dan dia merasakan celengannya semakin berat dan hampir penuh. Dia segera berlari menemui ibunya di dapur.

            “ Ibu... ibu...lihatlah celenganku sudah penuh, bolehkah dibuka untuk diambil isinya?”, teriak Dino pada ibu.

Ibu yang sedang mencuci piring segera menghentikan kegiatannya dan mengikuti langkah Dino ke kamarnya. Dilihatnya celengan Kucing Dino tergeletak di lantai, ibu segera mengambilnya dan merasakan bahwa celengan Dino sudah penuh.

            “ Baiklah, sekarang ambilkan martil di tempat alat pertukangan ayah. Ibu akan membuka celenganmu sedikit supaya tidak rusak semua. Karena celenganmu nantinya masih bisa kau manfaatkan untuk hiasan di mejamu Dino”, jawab ibu.

Dino segera berlari mengambil martil dan menyerahkannya pada ibu, ibu memecahkan bagian atas celengan. Ketika lubang sudah terlihat lebar, Dino melihat banyak sekali uang di dalamnya. Dino heran karena ternyata uang Dino tidak hanya logam tapi juga terisi uang kertas warna hijau dan biru yang banyak sekali.

            “ Ibu...kenapa uangku bisa berubah jadi kertas. Bukankah kemarin-kemarin aku hanya mengisinya dengan uang logam?”, tanya Dino heran.

            “ Mungkin itu hadiah dari Alloh karena kamu rajin menabung, rajin membantu dan patuh pada ibu dan juga karena kamu rajin berdo’a”, jawab ibu sambil tersenyum.

            “ Begitukah ibu...waah senang sekali hatiku. Pasti uang ini sudah cukup untuk membeli sepeda baru”, Jawab Dino senang.

            “Karena ini rizki dari Alloh, maka kalau Dino sudah punya sepeda baru jangan pelit kalau ada teman yang pinjam ya?”, kata ibu pada Dino.

            “ Baiklah ibu...aku akan selalu menuruti nasehatmu, aku sayaaang sekali sama ibu”, jawab Dino sambil memeluk ibu.

            Setelah selesai menghitung uang tabungannya, Ibu dan Dino segera menuju ke toko sepeda yang tidak jauh dari rumahnya. Dino memilih sepeda roda dua berwarna biru dengan sadel warna hitam dan rantai sepeda yang kokoh. Dino mencoba menaiki sepeda barunya dengan memegang stangnya dengan kuat dan mengayuh pedal sepedanya dengan pelan.  Dia merasa sangat senang dan bangga telah memiliki sepeda dari hasil uang tabungannya dan dia berjanji mulai hari ini dia akan rajin menabung dan tidak akan pelit berbagi dan meminjamkan sepeda barunya pada temannya seperti pesan ibu.

            Kring...kring...kring dan terdengarlah bunyi bel sepeda Dino menghampiri teman-temannya dan Dinopun bermain sepeda bersama mereka dengan gembira.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Slilit Sang Kyai

WEBINAR LITERASI PGRI KABUPATEN TULUNGAGUNG

DONGENG : TIDAK BISA HIDUP SENDIRI