DONGENG : SANG IDOLA
SANG IDOLA
Pagi itu hutan ramai sekali, karena
hari ini adalah hari Bahagia, hari perayaan tahunan di hutan “ Adem Ayem”.
Hutan tampak indah dengan adanya banyak hiasan-hiasan. Makanan tersedia di
meja-meja yang sudah tertata begitu rapi. Semua binatang memakai baju
terbaiknya. Tak terkecuali Si Moni Monyet. Dia sudah berdandan rapi, memakai
baju dan sepatu terbaiknya. Dia berharap tahun ini dialah yang menjadi juara sang
idola. Memang setiap hari perayaan tahunan ada pemilihan sang idola yang
dipilih dengan cara demokratis yaitu pemilihan langsung berdasarkan suara
terbanyak. Semua warga hutan bebas memilih siapa yang pa;ing disukainya dan
nantinya siapa yang mendapatkan suara terbanyak akan dinobatkan sebagai sang
idola.
Sudah dua tahun berturut-turut sang
idola dimenangkan Kelinci. Dia selalu mendapatkan suara terbanyak. Kenapa
Kelinci selalu menang?, karena Kelinci dikenal sebagai teman yang baik dan suka
menolong siapapun. Dia sangat disayangi warga hutan. Hal itu membuat Moni
Monyet iri padanya. Dengan berbagai cara Monyet ingin memenangkan pemilihan
sang idola kali ini dan menggantikan Monyet sebagai pemenangnya. Untuk itulah
kemarin sebelum pemilihan, Monyet mendatangi semua warga hutan dan memberikan
hadiah, tapi dengan pesan untuk memilihnya saat pemilihan sang idola. Beberapa
warga hutan menerima hadiah itu, tapi tidak memastikan akan memilih Monyet dan
ada beberapa yang terang-terangan menolak hadiah dari Monyet. Tapi Monyet tidak
gentar dan dia yakin bahwa dialah yang akan terpilih sebagai pemenang.
“Hai…Cici Kelinci, jangan sombong
kamu. Aku pasti akan mengalahkanmu,” kata Monyet sambil mendekati tempat duduk
Kelinci.
“Syukurlah kalau engkau yang menang
Monyet, pasti aku akan ikut berbahagia,” jawab Kelinci sambil tersenyum.
“Halaaah … jangan sok baik,” jawab
Monyet sambil pergi meninggalkan Kelinci.
Kelinci
memandang punggung Monyet yang pergi menjauhinya dengan rasa sedih, dia tidak
mengira kalau Monyet semarah itu padanya.
Akhirnya waktu pemilihan tiba,
Burung Kutilang bertugas membagikan kertas kosong berwarna kuning kepada semua
yang hadir. Kertas itu digunakan untuk menuliskan nama calon juara sang idola.
Sedangkan yang bertugas untuk menulis pilihan para warga hutan adalah Rosa dan
Rosi si Rusa kembar. Setelah dibagikan dan diberi waktu untukm menuliskan
pilihannya, akhirnya kertas diminta Kembali oleh Burung Kutilang dan diserahkan
pada Rosa Rusa untuk dibacakan pilihan para warga hutan di papan yang sudah
disediakan.
“Cici … ,” kata Rosa lantang dan
Rosipun menulisnya di papan.
“Cici lagi … Cici … Cici lagi,” kata
Rosa berturut-turut memanggil nama Cici Kelinci.
Sampai
akhir pemilihan, nama Cici terus terdengar dan Monyet hanya mendapatkan dua
pemilih. Akhirnya Cici Kelinci dipanggil ke depan untuk mendapatkan piala
sebagai juara sang idola. Piala diserahkan Singa sebagai raja hutan.
“Ci … terimalah piala dan hadiah
ini, pesanku jangan sombong dan tetaplah baik hati,” kata Singa pada Kelinci.
“Baik … terima kasih rajaku,” jawab
Kelinci sambil tersenyum.
Dari kejauhan tampak Monyet
memandang Kelinci dengan tatapan benci dan akhirnya dia meninggalkan pesta hari
ini untuk Kembali ke rumahnya. Kelinci sekilas melihat tatapan Monyet menjadi
sangat sedih.
“Piala ini akan aku berikan si Moni
Monyet kalau memang diam mau,”kata Kelinci dalam hati.
Pesta
belum selesai, semua bergembira sampai semua tidak menyadari kalau Monyet sudah
meninggalkan pesta dan sudah tidak bersama mereka.
Sampai di rumahnya, Monyet segera
melepas sepatu dan bajunya, dia merasa sangat marah dan kecewa.
“Ternyata aku kalah lagi, Kelinci
menang lagi,” kata Monyet kesal
Tiba-tiba
timbul niat jahat dalam hati Si Monyet, dia ingin mengambil piala Kelinci dan
merusaknya.
“Nanti malam aku akan ke rumah
Kelinci, akan kuambil piala Kelinci dan akan kurusak dan kuhancurkan, hahaha…,”
kata Monyet sambil tertawa jahat.
Tidak terasa waktu sudah sore, suara
musik pesta sudah tidak terdengar lagi yang menandakan pesta tahunan sudah
selesai. Monyet berjalan mondar-mandir di dalam rumahnya, dia sudah tidak sabar
menunggu malam tiba.
Akhirnya malam telah tiba, malam itu
suasana hutan sangat sepi. Sepertinya semua warga hutan sudah terlelap dalam
tidurnya, mungkin karena kecapekan setelah pesta hari itu. Monyet berjalan
keluar rumah untuk menuju rumah Cici Kelinci. Dia berjalan pelan sambil tengok
kanan dan kiri, dia takut ada yang melihatnya. Sampai di dekat rumah Cici
Kelinci, dia sembunyi di balik semak-semak dekat pintu rumah Kelinci. Tiba-tiba
dari dalam rumah Kelinci, dia mendengar Kelinci berdoa.
“Ya Tuhanku, betapa sedih hatiku
saat melihat Monyet marah padaku. Aku ingin semua hari ini bahagia, besuk aku
akan ke rumah Monyet untuk minta maaf dan menyerahkan piala kemenangan hari
ini. Semoga Monyet menerimanya dan tidak lagi marah padaku. Tuhan … mohon bantu
aku untuk melembutkan hati Moni Monyet,” kata Cici Kelinci dalam doanya, dia
tidak menyadari kalau Monyet sudah ada di luar rumahnya.
Mendengar itu semua, tidak terasa
Monyet menitikkan air mata karena terharu, dia tidak mengira kalau Cici Kelinci
begitu baik hati. Saat itulah dia ingin segera pergi meninggalkan rumah
Kelinci. Namun dia tidak tahu kalau semak yang ada di dekatnya itu berduri dan
dia menginjaknya. Monyet kaget dan kesakitan dan tidak terasa dia berteriak,
“Aduuuh … aduuuh … sakit sekali,”
teriak Monyet tidak menyadari kalau suaranya keras.
Kelinci
yang ada di dalam rumah keget mendengar suara monyet, dia segera menuju keluar
rumah dan dilihatnya Moni Monyet sedang merintih kesakitan sambil memegang kaki
kirinya. Moni Monyet kaget sekali, tetapi dia tidak bisa lari kemana-mana
karena kakinya sakit,
“Moni … ada apa dengan kakimu, mari
kubantu masuk ke rumahku dan akan aku obati lukamu,” tanya Kelinci.
“Kakiku menginjak duri dan rasanya
sakit sekali, aku tidak bisa berjalam Ci …,” jawab Monyet.
Tanpa bertanya lagi Kelinci segera
menggendong Monyet untuk masuk ke dalam rumahnya, dia terlihat sangat kesulitan
bahkan nafasnya terengah-engah karena beratnya tubuh Monyet. Tapi Kelinci terus
berusaha membawa Monyet masuk dan setelah itu mencabut duri di kaki Monyet
dengan lemah lembut dan mengobatinya.
Monyet
yang melihat semua itu merasa sangat bersalah pada Kelinci dan sangat terharu
dengan apa yang dilakukan Kelinci.
“Ci … tahukah kamu, aku tadi kesini
ingin berbuat jahat padamu. Tapi kenapa kau begitu baik?” kata Monyet,
“Ingin berbuat jahat?” tanya
Kelinci.
“Iya … aku ingin mencuri dan merusak
pialamu, karena aku sangat iri dengan kemenanganmu,” jawab Monyet malu.
“Aaah … sudahlah Monyet lupakan itu
semua, kalau engkau mau silahkan ambil semua pialaku. Aku menerima piala hanya
untuk menghargai pilihan dan proses demokrasi di hutan kita. Tapi bagiku ini
tidak terlalu penting, bila dibandingkan rasa persahabatan kita,” jawab Kelinci
sambil meneteskan air mata.
“Kelinci betapa baik hatimu, berarti
pilihan warga hutan tidak salah,” jawab Monyet ikut menangis terharu.
“Monyet maukah kau menerima semua
pialaku?” tanya Kelinci.
“Sekarang aku tidak butuh piala
lagi, karena bagiku kau lebih berharga Ci …, maafkan aku,” kata Monyet sambil
memeluk Kelinci,
Akhirnya
mereka menangis karena bahagia. Kelinci senang sekali karena Monyet sudah
menyadari kesalahannya.
“Ci … aku berjanji mulai hari ini
akan menjadi teman yang baik untuk semua orang, akan kugunakan waktuku untuk
menolong dan membantu orang lain,” janji Monyet pada Kelinci.
“Syukurlah … terima kasih Monyet
sahabatku, kau pasti bisa dan aku akan selalu menjadi sahabat setiamu,” kata
Kelinci sangat gembira.
Sejak saat itu Monyet menjadi
binatang yang baik hati dan suka menolong siapapun yang membutuhkan. Semua
sangat bahagia melihat perubahan Si Monyet, mereka semua semakin sayang dengan
Monyet, seperti sayang mereka pada Kelinci. Dan akhirnya hutan menjadi lebih
damai dan semua warganya bahagia.
Luar biasa bu Dina...saya ikut blajar cara menulis cerita...
BalasHapusMatursuwunnl ilmunya bu Dina..
Trm kasih p Nur....tulisan pnjnngn nggih sae
HapusAjinasinya luar biasa Bu Dina, sampai menjadi dongeng..
BalasHapusKarena mmg dunia sy sehari2 dekat dg dunia anak2 😁
HapusMaksudnya imajinasi
BalasHapus