Cerita (4) : TASBIH IBU

 

Tasbih Ibu



              Malam itu setelah mengaji dan sholat Isya berjama’ah di masjid, Dias segera cepat-cepat pulang. Dia ingin memberitahu ibunya kalau besuk malam di masjid akan diadakan sholat malam dan doa bersama. Tadi kata bapak guru mengaji Dias, anak-anak harus minta ijin orang tua masing-masing. Dias memang masih berusia 6 tahun, tapi dia sangat rajin ke masjid yang kebetulan dekat rumahnya. Setiap hari dia melaksanakan sholat wajib 5 waktu berjama’ah di masjid itu. Kalau malam setelah maghrib ada mengaji di sana dan dilanjutkan dengan sholat Isya. Khusus untuk malam ini, anak-anak akan diajak untuk melakukan sholat malam dan doa bersama karena kemarin masjid kehilangan kotak amal. Semua diajak berdo’a, harapannya semoga kotak amal itu bisa dikembalikan oleh yang mengambil.

Sampai di rumah, Dias segera menemui ibu yang sedang membuatkan kopi ayah di dapur.

              “Ibu ... ibu ... besuk bolehkah aku ikut acara do’a bersama di masjid?” kata Dias.

              “Ya boleh dong sayang,” jawab ibu sambil tersenyum.

              “Tapi malam acaranya, jam dua belas,”kata Dias lagi.

              “Lho ... kok malam sekali, memang acara apa?” tanya ibu heran.

              “Acara sholat malam dan doa bersama ibu, untuk mendoakan biar kotak amalnya dikembalikan yang mengambil,”kata Dias.

              “Tapi kok malam ya, kamu masih terlalu kecil sayang ...” kata ibu lagi.

              “Boleh ya bu ... Dias ingin sekali ikut berdoa,” kata Dias penuh harap.

              “Baiklah kalau begitu, tapi besuk harus tidur siang lo ya?”kata ibu.

              “Siap ibu ... terima kasih,”kata Dias sambil mencium pipi ibu karena bahagia.

              Esuk harinya setelah mengerjakan tugas daring dari ibu guru TK nya, Dias bermain masak-masakan di halaman rumah bersama Nina dan Nisa. Saking asyiknya bermain Dias dan teman-temannya sampai lupa waktu. Bahkan saat di masjid terdengar adzan dhuhur, Dias seperti tidak mendengarkan. Ibu berkali-kali mengingatkan Dias untuk berhenti bermain, tapi Dias dan teman-temnnya tetap bermain.

              “Dias cepat istirahat, sholat dan tidur siang,” kata ibu pada Dias.

              “Iya bu nanti,”jawab Dias sambil terus bermain.

              “Katanya nanti malam mau ada acara di masjid, kalau tidak tidur siang nanti kamu ngantuk lo,” kata ibu lagi dengan suara lebih keras.

Ibu terlihat kecewa pada Dias yang tidak menurut untuk pulang, apalagi dia tidak sholat berjama’ah seperti biasanya karena asyik bermain. Setelah beberapa kali mengingatkan dan Dias tidak juga masuk rumah, akhirnya Dias dibiarkan dan ibu masuk rumah untuk tidur siang.       Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul dua, akhirnya Nina dan Nisa pulang karena dipanggil ibunya. Dias segera merapikan mainannya segera masuk ke rumah. Melihat ibu tidur siang, Dias tidak ikut tidur tapi melihat televisi. Dia lupa pesan ibu untuk tidur siang. Dia semakin asyik melihat televisi dan lupa untuk tidur siang. Sampai sore hari dan terdengar adzan asar dari masjid baru Dias mematikan televisinya. Dia mandi dan segera ke masjid untuk sholat berjama’ah. Setelah sholat dia bermain lagi bersama teman-temannya di halaman masjid sampai menjelang maghrib. Setelah adzan maghrib, Dias ikut sholat, mengaji dan melanjutkan sholat Isya. Setelah itu dia baru pulang ke rumah.

              Saat sampai rumah, Dias menghidupkan televisi dan menonton film kesukaannya. Ibu yang melihat Dias menonton televisi segera menegurnya.

              “Dias ayo segera tidur, bukankah nanti malam di masjid ada acara?” kata ibu mengingatkan.

              “Iya bu ... nanti dulu,” jawab Dias sambil terus menonton televisi.

              “Bukankah sudah seharian kamu bermain nak ... ayo segera tidur,” kata ibu lagi dengan nada jengkel.

              “Iya bu ... oh iya tadi sama bapak guru disuruh membawa tasbih bu, bolehkah Dias membawa tasbih kayu oleh-oleh nenek dari Mekah,” kata Dias penuh harap.

              “Jangan sayang, yang lain saja ya,” kata ibu.

              “Dias mau tasbih itu ibu, Dias janji akan menjaganya,”jawab Dias.

              “Tapi tasbih itu kenang-kenangan dari nenek yang sudah meninggal, itu sangat berharga nak,” kata ibu.

              “Ibu ... Dias akan jaga dan tidak akan menghilangkannya,” jawab Dias lagi.

Dias tahu tasbih itu sangat berharga bagi ibu, karena saat memberikan tasbih itu nenek sudah berpesan untuk terus menggunakan tasbih itu untuk berdzikir. Apalagi setelah nenek meninggal, tasbih itu menjadi barang yang sangat ibu sayangi. Tapi Dias tetap ingin memakai tasbih itu, karena tasbih itu bagus dan harum karena terbuat dari kayu cendana. Dia akan memamerkan ke teman-temannya kalau tasbih itu dibeli dari Mekah. Akhirnya ibu mengalah dan memberikan tasbih itu ke Dias dan mengajak Dias tidur. Dias meletakkan tasbih itu di meja belajar di kamarnya.

              Tengah malam ibu membangunkan Dias, tapi Dias sulit sekali dibangunkan karena dia masih sangat mengantuk. Tapi ibu terus membangunkan dia sampai Dias terbangun. Setelah bangun, menggosok gigi dan berwudhu, ibu mengantar Dias ke masjid, tidak lupa Dias membawa tasbih indah milik ibu. Sampai di masjid ternyata masjid sudah ramai, banyak sekali teman Dias mengaji. Setelah mengantar Dias, ibu segera pulang lagi ke rumah. Anak-anak segera diajak bapak guru untuk masuk ke masjid. Dias memamerkan ke teman-teman tasbih yang dibawanya saat berkumpul bersama temannya di masjid.

              “Coba lihat tasbihku, bagus kan ... ini tasbih mahal dibeli nenekku dari Mekah. Coba lihat baunya juga harum,”kata Dias dengan bangga ke teman-temannya.

Semua temannya kagus dengn tasbih Dias yang membuat Dias semakin memamerkannya. Tiba-tiba terdengar suara bapak guru menghentikan anak-anak melihat tasbih Dias

              “Ayo anak-anak segera rapikan barisan sholatnya, kita sholat tahajud dulu,” kata bapak guru cukup lantang.

Akhirnya semua merapikan barisan sholat yang biasa disebut shof dan segera melaksanakan sholat sunah dipimpin oleh bapak guru. Setelah melaksanakan sholat, anak-anak diajak dzikir bersama. Pada saat dzikir tiba-tibaDias sangat mengantuk dan akhirnya dia tertidur di masjid. Tidak terasa kegiatan sholat dan doa bersama selesai, tapi Dias hanya ikut sholat satu kali dan selanjutnya dia tidak ikut karena tertidur pulas. Dias baru tahu kalau acara selesai, saat dibangunkan bapak guru dan saat bangun dilihatnya teman-teman melihatnya sambil tertawa.

              “Lah Dias kesini tidak ikut berdoa, tapi malah tidur,”kata Dani sambil tertawa.

              “Iya ya ... hanya pamer tasbih,”kata Dodo disambut tawa teman-temnnya yang lain.

Dias sangat malu, dia segera lari keluar masjid karena begitu malunya dan dia lupa membawa tasbihnya yang tergeletak di lantai tempat dia sholat tadi. Dilihatnya ibu sudah diluar masjid menunggunya. Saat melihat ibu yang begitu sabar menunggunya, Dias merasa sangat menyesal mengapa dia tidak menuruti nasehat ibu untuk tidur siang dan istirahat supaya tidak ngantuk pada saat acara berdoa malam di masjid. Dia sangat menyesal sekali dan berjanji akan selalu menuruti nasehat ibu, karena ternyata kalau tidak menuruti nasehat ibu, dia yang akan rugi sendiri.

              Sampai di rumah Dias segera menuju kamarnya untuk tidur, tapi tiba-tiba ibu menanyakan tasbihnya.

              “Dias mana tasbih ibu,” tanya ibu.

              “Di dalam sajadah Dias bu,”kata Dias sambil membuka sajadah yang dibawanya.

Tapi ternyata tasbih itu tidak ditemukannya. Dias sangat kaget, dia mengingat-ingat dimana tasbih itu. Tapi dia tetap tidak ingat karena pada saat di masjid dia tidur terus. Dia melihat ibu takut-takut sambil menundukkan kepala. Melihat itu ibu tahu kalau tasbihnya tidak ada. Terlihat wajah ibu berubah sangat kecewa, sekilas terlihat mata ibu berkaca-kaca. Dias takut sekali saat itu, takut tasbihnya hilang.

              “Ibu ... tasbihnya tidak ada,” kata Dias sambil menangis.

Ibu memandang Dias sekilas dan segera menuju kamar. Tapi Dias tahu tasbih itu sangat berharga bagi ibu. Ibu pasti marah, kecewa dan terlihat air mata menetes dari mata ibu. Dias segera masuk kamarnya. Dia merebahkan badannya di kamar sambil menangis terisak-isak. Menyesal sekali dia tidak mengikuti nasehat ibu untuk tidak membawa tasbih dari nenek. Dias terus menangis tersedu-sedu sampai akhirnya kecapekan dan tertidur.

              Esuk harinya Dias bangun kesiangan, dia langsung menuju dapur untuk menemui ibu seperti biasanya. Tapi dilihatnya ibu diam tidak menyapa seperti biasanya. Dias sangat bersedih melihat ibu seperti itu. Setelah ke kamar mandi cuci muka dan menggosok gigi, Dias menuju dapur lagi. Tiba-tiba dia memeluk ibu yang sedang memotong sayur.

              “Ibuuuu ... maafkan Dias, maafkan ibu,”katanya sambil menangis.

Ibu diam saja tidak menjawab kata-kata Dias.

              “Ibuuuu ... maafkan Dias, Dias menyesal tidak menuruti nasehat ibu,” kata Dias lagi.

Ibu memandang mata Dias yang berurai air mata, mata itu berwarna merah dan bengkak karena semalaman dia menangis. Ibu memeluk Dias kembali, tapi tetap tidak menjawab kata-kata Dias. Sungguh ibu kecewa sekali dengan Dias dan sedih kehilangan benda berharga kenang-kenangan dari nenek. Tiba-tiba terdengar suara pintu ruang tamu diketuk dan ada orang yang mengucapkan salam. Ternyata orang itu adalah bapak guru mengaji Dias yang mengembalikan tasbih ibu yang ketinggalan di masjid. Ibu mengucapkan terima kasih dan bapak guru segera pamit pulang setelah menyerahkan tasbih itu. Dias senang sekali, ternyata tasbih itu tidak hilang.

              “Alhamdulillah, tasbihnya tidak hilang,” kata ibu dengan tersenyum.      

              “Iya bu ... Dias senang sekali, ibu tidak marah lag ikan?” kata Dias sambil memandang ibu.

              “Ibu sebenarnya tidak marah, hanya sedih sekali kalau sampai tasbih peninggalan nenek hilang. Ibu juga kecewa karena ternyata Dias di masjid hanya tidur dan tidak ikut berdoa. Iya kan?”jawab ibu.

Dias menundukkan kepalanya dan menangis mengingat apa yang sudah dilakukannya kemarin. Tidak patuh nasehat ibu, memamerkan tasbihnya, tertidur di masjid dan hamper saja menghilangkan tasbih ibu.

              “Ibu ... Dias berjanji tidak akan mengulangi perbuatan  yang kemarin dan akan selalu menurut dan patuh dengan nasehat ibu,”kata Dias terisak sambil terus menundukkan kepala.

Ibu mendekati Dias, memeluknya dan mencium kening Dias. Dias merasa senang dan terasa damai, Dia segera ikut memeluk erat ibu.

              “Terima kasih ibu, Dias sayang ibu,” kata Dias bahagia.

Sejak saat itu Dias selalu patuh pada nasehat ibunya, karena dia menyadari bahwa nasehat ibu itu adalah untuk kebaikan dirinya.

 

 

             

 

             

             

Komentar

  1. Subhanalloh...Bu Dina priduktif bingit, tulisan cerita yangg mengalir.., enak dibaca, sy terbawa suasana cerita... Sip jossss

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Slilit Sang Kyai

WEBINAR LITERASI PGRI KABUPATEN TULUNGAGUNG

DONGENG : TIDAK BISA HIDUP SENDIRI