#CERNAK FABEL# JUJUR MEMBAHAGIAKANMU

 


JUJUR MEMBAHAGIAKANMU

            Di sebuah hutan, hidup rukun sekelompok binatang. Mereka hidup rukun, saling membantu dan sangat berbahagia. Hutan tersebut merupakan hutan yang subur, banyak pohon buah-buahan yang tumbuh disana. Rumah si Monyet yang ada di atas pohon Apel yang tidak terlalu lebat buahnya, sedangkan rumah Kelinci di kelilingi kebun Wortel dan ada beberapa pohon pisang yang lebat sekali buahnya. Sedang rumah Kucing, Kambing dan Bebek dikelilingi pohon rambutan, belimbing dan kebun sayur-sayuran. Dari keenam binatang itu hanya pohon apel milik Monyet yang berbuah sedikit. Namun Monyet tak pernah kekurangan makanan karena teman-temannya selalu mau berbagi.

            Namun di dalam hati si Monyet sebenarnya ada rasa iri pada teman-temannya, karena pohon apelnya tidak berbuah lebat seperti pohon buah yang lain. Namun Monyet menutupi rasa iri itu dengan berbuat baik supaya temannya tidak tahu yang dirasakannya. Dia juga suka menolong karena dia ingin menjadi pemimpin di hutan tersebut, karena paman Kambing yang memimpin hutan itu sudah tua dan waktunya diganti.

“Aku harus sabar sebentar lagi, aku harus tunjukkan bahwa aku adalah yang terbaik. Setelah aku dipilih jadi pemimpin, lihat saja nanti,” kata Monyet dalam hatinya

            Suatu ketika Kelinci panen wortel. Dia mengundang semua temannya untuk membantu memanen kebun wortelnya. Sementara Monyet yang menerima undangan Kelinci sangat berbahagia, dia membayangkan ikut memanen wortel  milik Kelinci yang baik hati dan senang berbagi.

“Waah....aku akan datang pagi dan membantu Kelinci dengan semangat, pasti aku akan mendapat bagian yang banyak,” kata Monyet dalam hati.

Keesokan paginya Monyet bangun pagi-pagi sekali dan segera pergi ke rumah Kelinci, Kelinci yang baru bangun tidur kaget melihat Monyet sudah ada didepan rumahnya.

“Waah... Monyet, kau selalu tepat waktu dan tidak pernah terlambat,” kata Kelinci senang.

“Pasti dong Kelinci, aku kan selalu menghargai waktu. Oh iya aku akan segera memanen di kebun wortelmu, bolehkah Kelinci?” tanya Monyet pada Kelinci.

            “Boleh...silahkan.. terima kasih banyak Monyet,” jawab Kelinci.

Monyet segera berjalan menuju kebun wortel Kelinci, dia mencabut wortel dari dalam tanah, memotong daunnya dan memasukkannya didalam keranjang yang sudah disipkan Kelinci. Dia terus bekerja tanpa kenal lelah. Dari jauh terlihat Kambing, Kucing dan Bebek menuju kebun wortel. Saat melihat Monyet sudah memanen hampir sebagian kebun mereka serentak berucap kagum.

“Waaah.... Monyet hebaaat... rajin sekali,” kata Kambing.

“Iya... dia sangat baik hati dan suka menolong,” kata Kucing

Akhirnya keempatnya bergabung membantu Monyet, sehingga tidak sampai siang Kebun wortel sudah selesai di panen. 5 keranjang besar penuh berisi wortel. Kelinci memberi Monyet sekeranjang sedang wortel dan teman- teman lainnya sekantong wortel.

“O ya Monyet, maukah kau kami angkat jadi pemimpin kami, menggantikanku yang sudah semakin tua ini?”  tanya Kambing tiba-tiba.

Monyet diam dan puas sekali dengan hal itu, ternyata apa yang dia inginkan tercapai begitu mudahnya. Akhirnya Monyet mengangguk tanda setuju, Semua berbahagia mendapat pemimpin baru.

            Keesokan harinya diadakan pesta kecil sebagai pertanda diangkatnya Monyet menjadi pemimpin mereka. Semua berbahagia dan mulai hari ini mereka memanggil Monyet dengan panggilan Ketua. Awalntya Monyet memimpin dengan sangat bijaksana, semua permasalahan di hutan terselesaikan dengan baik. Monyet juga tetap senang membantu.

“Aku harus menununjukkan hal yang baik-baik dulu, biarkan mereka percaya penuh padaku dan lihatlah apa yang akan aku lakukan nanti ,“ kata Monyet dalam hati.

            Waktu berlalu begitu cepat, satu bulan...dua bulan telah berlalu. Monyet memimpin hutan dengan sangat baik, adil dan bijaksana. Namun suatu ketika Monyet mengumumkan berita yang membuat seluruh warga hutan terkejut.

“Saudara-saudaraku.... hari ini sengaja kalian kukumpulkan disini untuk mengabarkan bahwa mulai bulan ini kita diminta untuk mengirimkan pajak kepada Raja Hutan kita yaitu Si Singa. Pajak yang diminta oleh Raja adalah semua hasil buah-buahan, sayur-sayuran dan kekayaan semua. Nanti semua pajak dikumpulkan dirumahku,” kata Monyet mulai pidatonya.

Semua mengangguk ragu-ragu, tapi tidak berani bertanya walau hati mereka heran dengan peraturan baru itu.

            Sejak saat itu setiap bulan mereka harus memberikan buah-buahan, sayur dan harta benda lainnya dan dikumpulkan di rumah Monyet. Ternyata semua yang diberikan dinikmati sendiri oleh Monyet dan bukan atas permintaan Raja Singa.

“Hmmm... enak sekali jadi pemimpin, sekarang aku tidak perlu bekerja lagi. Aku akan bisa hidup dengan pajak-pajak ini,” kata Monyet.

Setelah hari itu, Monyet jarang sekali terlihat bekerja ke luar rumah. Dia juga tidak lagi mau membantu warga hutan yang membutuhkannya. Dia hanya keluar rumah saat pembayaran pajak tiba . Semua itu membuat warga hutan heran dan bertanya-tanya.

“Ada apa ya dengan Monyet, sekarang dia sangat berbeda,” kata Kelinci sedih.

Teman-teman...tahukah kalian kalau sebenarnya tidak ada peraturan tentang pembayaran pajak itu. Itu semua bohong, kemarin aku terbang ke hutan sebelah dan menanyakan masalah ini,” kata Burung Kenari pada teman-temannya.

Semua kaget dan tidak bisa berkata-kata lagi. Ternyata mereka salah memilih pemimpin.

Malam itu angin berhembus kencang, tidak seperti biasanya. Langit yang biasanya cerah dihiasi bintang, malam itu gelap pekat. Petir bersahutan tandanya akan turun hujan. Tiba-tiba..... ada angin puting beliung yang berputar mengitari hutan disertai dengan suara gemuruh petir. Angin itu bergerak menuju rumah Monyet dan tiba-tiba terdengar suara “ Brakkk.....brakk.....”.

Monyet terjatuh bersamaan dengan semua pajak buah-buahan dan sayur-sayuran yang ada di dalam rumahnya.

“Toloooong.... tolooong....tolonglah aku,” teriak Monyet dengan suara pelan.

Ternyata warga hutan sudah banyak yang berkumpul di rumah si Monyet setelah mendengar suara keras rumah Monyet yang roboh. Semua saling berbisik dan terlihat muka marah dan kecewa, karena mereka tahu bahwa ternyata Monyet bohong selama ini. Bahan makanan yang berserakan itu menjadi bukti kebohongan si Monyet.

“Teman-teman...mari kita bantu Monyet, lihat kakinya tertimbun kayu. Mari kita bantu dan obati pemimpin kita,” kata paman Kambing bijak.

Namun jawaban tidak mau bersahutan dari warga hutan, Monyet mendengar itu menangis. Ternyata kebohongan dan ketidak jujurannya membuatnya dibenci banyak temannya.

“Baik... kalau semua tidak mau menolong, biar aku saja,” kata paman Kambing segera mengangkat kayu besar yang menimpa kaki Monyet. Lalu paman Kambing mengangkat tubuh Monyet ke rumahnya dengan susah payah.

Warga hutan yang melihat yang dilakukan paman Kambing jadi tergerak hatinya. Mereka segera membantu mengangkat tubuh si Monyet, selanjutnya mereka bergotong royong membangun rumah Si Monyet. Monyet yang berada di dalam rumah dan diobati paman Kambing mendengar keriuhan suara semua warga hutan yang membangun rumahnya menjadi sangat terharu.

“Betapa bodohnya aku... telah membohongi teman-temanku yang baik hanya untuk kebutuhanku sendiri,” kata Monyet dalam hati dengan penuh penyesalan.

Setelah bisa berdiri, Monyet minta diantar paman Kambing menjumpai warga hutan, dia terkejut ternyata rumah pohonnya sudah jadi. Bahkan lebih bagus dan lebih kokoh dari sebelumnya. Monyet mengucapkan terima kasih. Namun semua warga hutan terdiam, terlihat dari wajahnya mereka masih marah pada Si Monyet.

“Saya tahu teman-teman pasti marah, saya siap dihukum apapun. Tapi tolong maafkan semua kesalahanku...,”kata Monyet sambil menangis karena menyesal.

“Baiklah... kami memaafkanmu, tapi kami belum bisa percaya padamu. Untuk itu kami mohon bersedialah melepas jabatan pemimpinmu karena kami tidak mau dipimpin oleh orang yang tidak jujur. Kami harap paman Kambing masih bersedia menjadi pemimpin kami,” kata Kelinci lantang.

Monyet terdiam cukup lama, dia harus membayar kebohongannya dengan kemarahan dan rasa tidak percaya dari teman-temannya. Paman Kambing yang awalnya menolak untuk menjadi pemimpin lagi, akhirnya bersedia setelah seluruh warga hutan menyerukan namanya.

Sejak saat itu hutan kembali tenang dengan paman Kambing sebagai pemimpinnya. Monyet kembali seperti dulu, rajin bekerja dan membantu teman-temannya. Dia harus bekerja keras untuk mengembalikan kepercayaan teman –temannya.

 

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Slilit Sang Kyai

WEBINAR LITERASI PGRI KABUPATEN TULUNGAGUNG

DONGENG : TIDAK BISA HIDUP SENDIRI